pemungut PPN dalam ketentuan perpajakan banyak mengalami perubahan, pada postingan kali ini akan di bahas perubahan pemungut PPN dari tahun 1988 sampai 2012
1988
Pada tahun 1988 Presiden memutuskan melalui Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 menunjuk Badan-Badan Tertentu Dan Bendaharawan Untuk Memungut Dan Menyetor Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pemungut PPN yang dimaksud meliputi :
- Kantor Perbendaharaan Negara
- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Tingkat I maupun Tingkat II
- Pertamina
- Kontraktor-kontraktor bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak dan Gas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya
- Badan Usaha Milik Negara dan Daerah
- Bank Pemerintah
- Bank Pembangunan Daerah
1996
Pada tahun 1996, Menteri Keuangan Republik Indonesia menunjuk perusahaan operator telepon selular sebagai pemungut pajak pertambahan nilai atas impor dan/atau penyerahan pesawat telepon selular yang akan diaktifkan. Alasan perlunya penetapan perusahaan operator selular sebagai pemungut PPN adalah dalam rangka pengamanan penerimaan negara serta untuk membina kepatuhan para pemakai telepon selular. Oleh karena itu, penunjukan perusahaan operator seluler sebagai pemungut dan penyetor Pajak Pertambahan Nilai perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Negara Republik Indonesia.
Besarnya PPN yang harus dipungut oleh perusahaan operator telepon selular adalah selisih antara PPN yang terutang dengan PPN yang telah dibayar atas pesawat telepon selular yang akan diaktifkan. Perusahaan operator selular wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak seluruh jumlah nomor pesawat telepon selular yang telah diaktifkan.
Penjelasan di atas sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238/KMK.04/1996. Berlaku sejak 1 April 1996. Namun, peraturan ini telah dicabut dan tidak berlaku lagi.
2000/2001
Setelah Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238/ KMK.04/ 1996 tentang penunjukan perusahaan operator telepon selular sebagai pemungut PPN atas impor dan/atau penyerahan pesawat telepon selular dicabut dan tidak berlaku lagi, maka perusahaan operator selular tidak lagi menjadi pemungut PPN.
Pada tahun 2000 Menteri Keuangan kembali membuat keputusan mengenai pemungut PPN yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/ KMK.04/ 2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-Badan Tertentu, dan Instansi Pemerintah Tertentu untuk Memungut , Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku surut pada tamggal 1 Januari 2001.
Menurut KMK ini, yang menjadi pemungut pajak adalah :
- Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)
- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota
- Pertamina
- Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan Pertambangan Umum Lainnya
- Badan Usaha Milik Negara
- Badan Usaha Milik Daerah
- Bank Milik Negara
- Bank Milik Daerah
- Bank Indonesia
Pemungut PPN yang telah disebutkan di atas yang melakukan pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP oleh PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten atau Kota yang melakukan pembayaran melalui KPKN atau Bank milik daerah wajib melaporkan PPN dan atau PPnBM yang terutang oleh PKP yang telah dipungut oleh KPKN atau Bank Milik Daerah tersebut.
2003/2004
Pada tahun 2003 terjadi lagi penggantian penunjukan pemungut PPN. Kali ini Menteri Keuangan hanya menunjuk Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk memungut, menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang ditandai dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/ KMK.03/ 2003 Tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Dengan berlakunya KMK Nomor 563/KMK.03/2003 ini maka KMK Nomor 547/ KMK.04/ 2000 dinyatakan tidak berlaku. Keputusan ini berlaku pada tanggal 1 Januari 2004. Jadi, sejak awal tahun 2004 pemungut PPN hanya ada dua yaitu :
- Bendaharawan Pemerintah
Adalah bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
- Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. Jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
Sampai saat ini Keputusan ini masih berlaku dan tidak ada peraturan atau keputusan lain yang mencabutnya.
2005
Pada tanggal 1 Februari 2005 Menteri Keuangan memberlakukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 Tentang Penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Sehingga sejak tanggal 1 Februari 2005 ada 3 Pemungut PPN yaitu :
- Bendaharawan Pemerintah
- Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
- Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Yaitu kontraktor yang terikat dalam kontrak perjanjian kerjasama dengan pemerintah Republik Indonesia di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi.
PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada Kontraktor, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor baik kantor pusat, cabang cabang, maupun unit –unitnya yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor. Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak antar Kontraktor, maka yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Kontraktor yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak.
Jumlah PPN yang harus dipungut oleh kontraktor adalah sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak yang juga terutang Pajak Penjualan atas Barang mewah, maka jumlah PPnBM yang harus dipungut oleh Kontraktor adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 200% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2010
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 Tentang Penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya dicabut dan diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2010 Tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi Dan Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Menurut Peraturan ini yang dimaksud dengan kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Izin adalah :
- Kontraktor kontrak kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi
- Kontraktor atau pemegang kuasa/ pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi
Yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib memungut, menyetor, dan melaporkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa kena Pajak yang dilakukan oleh Rekanan Pemerintah kepada kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Jumlah PPN yang dipungut adalah sebesar 10% dikali Dasar Pengenaan Pajak. Untuk PPnBM jumlah pajak yang harus dipungut oleh kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikali Dasar pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang.
Peraturan tersebut masih berlaku sampai saat ini.
2012
Pada tahun 2012 ini sesuai dengan peraturan perpajakan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporrkan Pajak pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya yang telah diubah dengan PMK Nomor 136/PMK.03/2012 Menteri Keuangan kembali menunjuk BUMN sebagai Pemungut PPN. Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Comments
Post a Comment