Skip to main content

Jasa Boga atau Katering


Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 418/KMK.03/2003 tanggal 30 September 2003 atas penyerahan jasa boga atau katering oleh Pengusaha Jasa Boga atau Katering merupakan penyerahan JKP yang dikenakan PPN.
Pengusaaha Jasa Boga atau Katering sebenarnya bukan melakukan penyerahan JKP. Sejak 1 Januari 1995 tentang hal ini telah ditegaskan dalam beberapa surat jawaban Direktur Jenderal Pajak atas pertanyaan yang diterima dari para pengguna jasa boga atau katering. Surat dimaksud dapat disebutkan di sini antara lain Nomor S-1843/PJ.53/1995 tanggal 14 September 1995, Nomor S-2461/PJ.53/1995 tanggal 15 November 1995, Nomor S-721/PJ.532?1997 tanggal 21 Maret 1997, Nomor S-612/PJ.532/1999 tanggal 14 April 1999, dan Nomor 881/PJ.532/1999 tanggal 23 Juli 1999. Dalam surat jawaban itu ditegaskan bahwa penyediaan makanan dan minuman yang diserahkan oleh perusahaan Katering atau jasa boga tidak termasuk dalam kelompok barang yang tidak dikenakan pajak, sehingga perusahaan jasa boga atau katering menyerahkan BKP bukan  menyerahkan JKP .
Oleh karena itu, sungguh sulit dipahami apabila salah satu landasan yuridis yang tercantum dalam konsideran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 418/KMK.03/2003 adalah PP Nomor 144 Tahun 2000 yang secara sistematika menempatkan pengusaha katering dalam kelompok pengusaha menyerahkan BKP, padahal dalam dictum Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan bahwa perusahaan catering meyerahkan JKP.
Jasa Boga atau Katering adalah penyediaan makanan dan atau minuman lengkap dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya, untuk keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau tidak tertulis. Keperluan tertentu ini meliputi:
a.Pesta, resepsi, atau perayaan
b.Perjamuan
c.Rapat atau pertemuan
d.Makan karyawan pada instansi Pemerintah atau Badan Usaha Pemerintah, perusahaan swasta maupun perusahaan perseorangan
e.Makan untuk pelanggan perseorangan
f.Perlombaan atau pertandingan; atau
g.Acara-acara lain yang sejenis.
Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa Boga atau Katering karena penyerahan Jasa Boga atau Katering, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam hal Pengusaha hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, juga melakukan usaha Jasa Boga atau Katering, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.Wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dan melakukan pembukuan yang terpisah antara usaha hotel, restauran, rumah makan, warung dan sejenisnya, dengan usaha Jasa Boga atau Katering
b.Penyerahan makanan dan atau minuman dalam rangka usaha Jasa Boga atau Katering dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
c.Terhadap penyediaan makanan dan atau minuman dalam rangka usaha hotel, restauran, rumah makan, warung dan sejenisnya, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

3.PPN atas Usaha Katering yang dilakukan oleh hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
Dasar Hukum :
1.Pasal 4A ayat 2 huruf C Undang-undang No 8 tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-undang Nomor 18 tahun 2000
2.Pasal 5 huruf K Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 Jasa di bidang perhotelan tidak terutang PPN
3.Keputusan Menteri Keuangan 418/KMK.03/2003 tentang PPN atas Penyerahan Jasa Boga atau Katering.


Subjek Pajak
1.Pengusaha hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya  yang  melakukan usaha Jasa Boga atau Katering Wajib dikukuhkan sebagai PKP dan melakukan pembukuan yang terpisah antara usaha hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, dengan usaha Jasa Boga atau Katering;
2.Pembukuan terpisah bertujuan untuk mempermudah pengenaan PPN atas Jasa Katering, karena atas makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya  tidak dikenakan PPN melainkan dikenakan Pajak Daerah (Pajak atas Hotel dan Restoran). (Pasal 4A ayat 2 huruf C Undang-undang No 8 tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 )
Objek Pajak
a.Penyerahan Jasa Boga atau Katering oleh Pengusaha Jasa Boga atau Katering merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b.Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
c.Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa Boga atau Katering karena penyerahan Jasa Boga atau Katering, tidak termasuk Pajak Pertambahan  dan potongan harga.

Comments

  1. bukannya jasa boga atau katering merupakan Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai Pasal 4A huruf q UU PPN UU No 42 tahun 2010

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya gan untuk UU 42 tahun 2009 bukan 2010 memang sudah tidak dikenakan PPN, makasih sudah mengingatkan.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENILAIAN PRESTASI KERJA DAN MANAJEMEN KINERJA

Penilaian metode dan pendekatan dalam penilaian prestasi kerja karyawan. Suatu penerapan penilaian prestasi pekerjaan dikatakan baik bila penilaian prestasi pekerjaan diarahkan bukan untuk menilai orangnya, tetapi yang kita nilai adalah hasil pekerjaan yang telah dilakukannya. Suatu proses penilaian prestasi pekerjaan dapat dikatakan baik, apabila mampu: a menghasilkan umpan balik hasil prestasi kerja yang jelas, sehingga yang bersangkutan tahu apa yang diharapkan darinya 1. PENILAIAN PRESTASI KERJA   Setelah penarikan atau pemilihan karyawan, kinerja karyawan dari periode ke periode di nilai oleh perusahaan untuk menentukan karyawan tersebut mendapatan nilai baik dalam bekerja atau tidak. Penilaian prestasi kerja (performance apprasial) adalah proses melalui mana organisasi – organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan – keputusan personalia dan memperbaiki umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerj

Hierarki Kebutuhan Manusia Menurut Abraham Maslow

Abraham maslow seorang psikolog dari  amerika menjelaskan 5 tingkat kebutuhan manusia yang disusun dalam suatu piramida yang dimana lima tingkat kebutuhan itu disebut hirarchi kebutuhan maslow. menurut maslow hirarchi kebutuhan manusia dapat di pakai untuk menggambarkan motivasi seseorang, yang berdasar pada asumsi berikut : 1. kebutuhan seseorang tergantung  dari apa yang telah di punyainya, jika satu kebutuhan sudah terpenuhi seseorang cenderung akan berusaha memenuhi kebutuhan lainnya. 2. kebutuhan dilihat dari pentingnya ada 5 kebutuhan manusia : fisiologi, keamanan,bersosialisasi dan saling menyayangi, penghargaan, dan perwujudan diri/aktualisasi diri. berikut kelima kebutuhan tersebut dan penjelasannya :   Kebutuhan fisiologis (Physiological) Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, d

Perbedaan administrasi publik dan administrasi swasta

·       Graham Allison (1986) dalam artikelnya pernah menuliskan beberapa perbedaan antara manajemen swasta dan manajemen publik.. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain: 1. Perspektif waktu Manajer publik mempunyai perspektif waktu yang lebih pendek sesuai kepentingan dan kalender politik dibanding manajer swasta. Manajer swasta bisa dikatakan punya waktu yang hampir tidak terbatas. Pembatasan waktu bagi manajer swasta dibatasi oleh kemampuannya sendiri, bisa kemampuan keuangan maupun kemampuan keahlian. Tetapi kalau manajer publik tergantung prestasi, peta politik, dan waktu rotasi jabatan. 2. Lama waktu pelayanan Lamanya pelayanan yang diberikan oleh manajer yang ditunjuk secara politis relatif singkat. Sementara itu manajer swasta cenderung memiliki masa kerja yang relatif lebih lama. 3. Standar ukuran keberhasilan Standar dan ukuran keberhasilan dari manajemen publik lebih kabur atau sulit disepakati dibanding standar atau ukuran untuk menilai keberhasilan m